Bandar Lampung, 13 Oktober 2025— Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Badan Advokasi Investigasi Hak Asasi Manusia (BAIN HAM RI) Republik Indonesia Provinsi Lampung, Ferry Saputra YS, S.H., C.MK.,

Gelar: RAJOU SEJATI.

PEPADUN STAN SEPAHIT LIDAH

MARGA : TEGAMOAN.mengutuk keras pernyataan Taufik Widodo, pejabat Kesbangpol Kabupaten Mesuji, yang menyebut bahwa “Lampung tidak memiliki tanah adat.”

Ferry menilai pernyataan tersebut sebagai bentuk pelecehan terhadap sejarah dan eksistensi masyarakat adat Lampung, sekaligus mencerminkan ketidakpahaman terhadap sistem adat dan hukum yang hidup di tengah masyarakat.

“Pernyataan itu sangat menyesatkan, tidak berdasar, dan mencederai martabat masyarakat adat Lampung. Tanah adat adalah bagian dari identitas dan sejarah panjang masyarakat Lampung yang telah ada jauh sebelum Republik Indonesia berdiri,” tegas Ferry Saputra di Bandar Lampung, Senin (13/10/2025).

Menurut Ferry, keberadaan tanah adat di Lampung diatur dan dilindungi oleh berbagai ketentuan hukum, antara lain:

* Pasal 18B ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945, yang menegaskan bahwa negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya.

* Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, yang mengakui desa adat sebagai satuan pemerintahan yang memiliki hak asal-usul.

* Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, yang menjamin perlindungan terhadap masyarakat adat.

“Jadi, ucapan oknum pejabat Kesbangpol Mesuji tersebut jelas bertentangan dengan konstitusi dan hukum positif Indonesia,” ujar Ferry menambahkan.

BAIN HAM RI Lampung menuntut agar Taufik Widodo oknum pejabat Kesbangpol Mesuji secara terbuka meminta maaf kepada masyarakat adat Lampung atas pernyataannya tersebut. “Kami mendesak oknum Kepala Dinas Kesbangpol Mesuji untuk segera meminta maaf secara resmi dan terbuka kepada masyarakat adat Lampung. Ini bukan sekadar persoalan ucapan, tetapi penghormatan terhadap jati diri dan nilai luhur masyarakat Lampung,” tegas Ferry.

Selain itu, Ferry menyebut pihaknya akan melayangkan surat resmi ke Kementerian Dalam Negeri dan Komnas HAM RI serta ke Polda Lampung untuk menindaklanjuti kasus ini sebagai bentuk pelanggaran terhadap prinsip penghormatan hak masyarakat adat dan unsur pidananya sengaja melecehkan adat Lampung.

Ferry juga mengimbau agar seluruh masyarakat adat Lampung tetap tenang, namun tetap bersatu dan waspada dalam menjaga marwah serta hak-hak adat yang diwariskan oleh leluhur.

“Lampung memiliki dua sistem adat besar, yaitu Saibatin dan Pepadun. Mengingkari tanah adat berarti menghapus akar budaya dan identitas Lampung itu sendiri,” tutup Ferry Saputra.*

 

By admin